Kamis, 07 Februari 2019

Terkadang Adzab Kubur Diperlihatkan kepada Manusia




Sebagai seorang muslim, tentu kita yakin dengan adzab dan nikmat di kubur. Hukum asalnya adzab dan nikmat kubur ini adalah perkara yang ghaib, meskipun hal ini adalah perkara ghaib, kita sebagai orang yang beriman tetap meyakini dan membenarkan adzab dan nikmat kubur. Dalil-dalilnya sangat banyak baik dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Allah berfirman mengenai Fir’aun dan pengikutnya yang diadzab di kubur dan ditampakkan neraka bagi mereka saat pagi dan petang.
وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوْءُ الًعَذَابِ اَلنَّارُ يُعْرَضُوْنَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوْا آلَ فِرْعَوُنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
“Dan Fir’aun beserta pengikutnya dikepung oleh adzab yang sangat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat (dikatakan kepada mereka): “Masukkan Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras.” [Al Mukmin : 45-46].
Baca Juga: Adzab Kubur, Apakah Berlangsung Terus-Menerus Sampai Hari Kiamat?
Demikian juga dalil dari hadits yang terkenal tentang adzab kubur yaitu dua orang yang sedang disiksa karena tidak bersih (lalai) ketika membersihkan kencing dan orang lainnya karena sering namimah (adu domba).
Dari Abdullah bin ’Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan, lalu Beliau bersabda: “Sesungguhnya keduanya ini disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa dalam perkara yang berat (untuk ditinggalkan). Yang pertama, dia dahulu tidak menutupi dari buang air kecil. Adapun yang lain, dia dahulu berjalan melakukan namimah (adu domba)”. [HR. Bukhari, no. 218; Muslim, no. 292]
Perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar kita meminta perlindungan dari siksa kubur. Dari Asma’ Ummu Khalid binti Khalid ibn Said ibn al-Ash, Dia mendengar bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari adzab kubur [HR. Bukhari : 1376, 6374].
Baca Juga: Hikmah Mengapa Allah Tidak Menampakkan Adzab Kubur
Dalam riwayat yang lain,
استجروا با الله من عذاب القبر فان عذاب القبر حق
“Mintalah pertolongan kepada Allah dari adzab kubur, karena sesungguhnya adzab kubur itu benar-benar terjadi”. [HR al-Thabrani. Lihat Fath al-Bari 3/242].

Terkadang siksa kubur Allah tampakkan pada manusia

Siksa kubur terlihat pada jasadnya di dunia, seperti kondisi kubur yang rusak dan jasad mayat yang rusak atau terbakar. Hal ini bisa saja terjadi. Terkadang Allah memperlihatkan hal-hal ghaib kepada hamba-hambanya, semisal adzab kubur yang terlihat oleh manusia berupa mayat yang rusak dan keadaan kubur yang tidak seperti biasanya.
Ibnu Abil ‘Izzi menjelaskan,
وقد أرانا الله عز وجل في هذه الدار من عجائب قدرته ما هو أبلغ من هذا بكثير، وإذا شاء الله أن يطلع على ذلك بعض عباده أطلعه وغيبه عن غيره
“Terkadang Allah perlihatkan di dunia ini (adzab kubur) berupa hal-hal ajaib dengan kemampuan-Nya dan hal ini lebih memberikan pengaruh lebih banyak. Allah mampu menampakkan hal ini pada sebagian hamba-Nya dan tidak menampakkan pada lainnya.” (Syarh Aqidah At-Thahawiyah)
Baca Juga: Apakah Orang Kafir Akan Ditanya Di Alam Kubur?
Catatan terkait dengan siksa kubur yang terkadang Allah tampakkan:
1. Hendaknya kita tidak MEMASTIKAN bahwa siksa kubur yang dia dapatkan karena dosa ini dan dosa itu, karena hal ini adalah perkara ghaib
2. Bisa jadi si mayit punya dosa yang lebih besar semisal syirik atau sangat durhaka kepada orang tua dan bisa jadi kita tidak tahu
3. Yang terpenting bahwa dia masih seorang muslim yang tetap butuh doa kita dan pengampunan, hendaknya kita tidak menceritakan dan menyebarkan kisahnya, tapi benar-benar lupa mendoakannya

Share:

Menyoal Konsekuensi Penerjemahan Istiwa




Bismillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah,amma ba’du :
Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mendefinisikan istilah terjemah sebagai berikut :
Secara bahasa, at-tarjamah diperuntukkan untuk beberapa makna, yang semuanya kembali kepada “penjelasan dan penerangan”.
Adapun secara istilah adalah
التعبيرعن الكلام بلغة أخرى
“Mengungkapkan suatu ucapan/materi teks (dari bahsa sumber) dengan bahasa lain (bahasa sasaran yang setara)”.
Adapun dalam KBBI (Kamus Bahasa Besar Indonesia) “terjemah” didefinisikan sebagai berikut :
Terjemah /ter·je·mah/ v, menerjemahkan /me·ner·je·mah·kan/ v menyalin (memindahkan) suatu bahasa ke bahasa lain; mengalihbahasakan.
Baca Juga: Akidah Imam Asy Syafi’i Mengenai Istiwa Allah
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa inti penerjemahan terdapat pada penggantian materi bahasa , baik materi bahasa yang berupa kata, frasa, klausa, kalimat maupun makna dalam teks bahasa sumber dengan materi yang setara dalam bahasa sasaran,karena maksudnya adalah mengungkapkan (ta’biir) makna bahasa sumber.
Dengan demikian, setidaknya perkara yang dibutuhkan dalam aktifitas menerjemah ada dua,yaitu :
  1. Memahami makna suatu kata dalam bahasa sumber.
  2. Mencari padanan kata tersebut dalam bahasa sasaran (mencari kata yang setara).
Oleh karena itu, dibawah ini akan kami bawakan penjelasan singkat tentang :
  1. Fenomena terjemahan “ استوى على ” .
  2. Makna “ استوى على ” dalam bahasa sumber (bahasa Arab).
  3. Makna “bersemayam” dalam bahasa sasaran (bahasa Indonesia).
  4. Penerjemahan “استوى على العرش ” yang benar
  5. Konsekwensi jika “استوى على العرش ” diterjemahkan dengan “bersemayam di atas ‘Arsy”
  6. Kesimpulan.
Baca Juga: Menjawab Beberapa Syubhat Seputar Sifat Istiwa
Wa billaahi nasta’iin,fa naquulu :
  1. Fenomena terjemahan “ استوى على ”
Apabila kita perhatikan kenyataan yang banyak terdapat di buku-buku terjemah Al-Qur`an, maka kita dapatkan kalimat “istawa ‘alal ‘Arsy” atau yang semisal itu , banyak diterjemahkan dengan : “bersemayam di atas ‘Arsy”.
Contohnya, terjemahan Surat Thaa haa : 5 ,yaitu :
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
Contoh terjemah pertama:
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arsy.”
Contoh terjemah kedua :
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas ‘Arsy.”
Contoh terjemah ketiga :
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas ‘Arsy.”

Share: